Adila Nurliana

Anak  saya lahir pada tanggal 24 Feb 2020, sementara kasus covid pertama diumumkan pada awal bulan Maret. Sedangkan imunisasi untuk bayi baiknya hanya ditunda 2 minggu. Dede lahir di RS haji, dan sudah ditangani dengan baik oleh dokter Ismail. Di kepala sih kalau bisa, imunisasinya pengen ke dokter Ismail aja. Namun karena kasus virus corona (covid-19) semakin banyak di Jakarta ketakutan untuk ke Rumah Sakit pun semakin menjadi. Saya mengkhawatirkan ada orang yang positif yang berkeliaran di RS dan menulari dede. Ketakutan tersebut terjadi karena sebelumnya saat dede kontrol pasca lahir, ada Bapak2 di RS malah sengaja batuk ke arah dede. Sumpah pengen marah, pengen maki-maki tapi apa daya, baru lahiran yang ada cuma bisa lemes. Saya pun mencari dimana saja dokter Ismail buka praktek, namun tidak ada yang dekat dengan domisili saya saat ini. Karena pusing saya berkonsultasi dengen suami dan teman yang juga memiliki bayi, akhirnya kami pun memutuskan untuk imunisasi di bidan.

Sesuai dengan judulnya ini adalah ikhtiar saya agar bisa lahiran secara normal. Selama hamil sering terlintas dalam pikiran "bisa gak ya lahiran normal?". Kenapa saya bisa berpikir seperti itu? Selama hamil saya merasakan mual dari bulan ke-2 sampai memasuki bulan ke-9. Saya sering baru makan, beberapa menit kemudian semuanya keluar. Saya pun juga sering drama kalau naik motor, tiba-tiba lemas sekali sampai pandangan saya gelap. Karena keadaan tersebut, saya jarang sekali jalan pagi atau ngepel mundur. Saya hanya sering jalan dan naik turun tangga di kantor itu pun karena tuntutan pekerjaan.  Agar tetap sehat, saya hanya mengkonsumsi makanan yang sehat walaupun sesekali nakal. Pada saat kehamilan memasuki bulan ke-6 saya pun bertanya ke dokter Budi "Bagaimana caranya untuk melahirkan normal?" Beliau pun menjelaskan kepada saya untuk sering duduk dalam posisi seperti sila namun telapak kaki saling bertemu dan melakukan gerakan jongkok lalu berdiri dengan tan

Saat kehamilan memasuki minggu ke-35, tiba-tiba saya merasakan perut kencang, dan sakit. Namun karena saya sering sakit maag, dan yang saya rasa, kalau sakit kontraksi saat keguguran lebih sakit jadi saya anggap hal itu biasa saja. Keesokan harinya, memang jadwal kontrol rutin dengan dokter Budi di RS Haji, saya dan suami pun menceritakan kalau perut saya kencang dan sakit dari semalam. Setelah diperiksa, betapa kagetnya saya. Ternyata menurut dokter saya mengalami kontraksi. Akhirnya saya pun diarahkan untuk melakukan CTG, dan hasilnya kontraksinya sudah bagus. Dokterpun menyarankan untuk dirawat inap, karena janinnya belum cukup waktu untuk keluar. Karena kepikiran beberapa kerjaan yang belum selesai, akhirnya dokter menyarankan coba dengen minum obat, jika dalam 3 hari tetap terjadi kontraksi, mau gak mau harus rawat inap. Alhamdulilah tidak sampai 24 jam, kontraksinya hilang, dan saya pun menyelesaikan serah terima kerjaan ke atasan sebelum cuti. Jujur saja, selama ham